Hit the gas and there's ain't no brake on this lost highway . . . . .

Jumat, 17 Februari 2012

Elastisitas Permintaan


Elastasitas permintaan sudah barang tentu menjadi hal yang sudah sering didengar dalam pembahasa ekonomi mikro. Dalam analisis ekonomi, secara teori maupun dalam praktek sehari –hari adalah sangat berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana responsifnya permintaan terhadap perubahan harga. Dengan sebab itu maka perlu dikembangkan satu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan. Ukuran ini dinamakan elastisitas permintaan.
Elastisitas terjadi baik bagi barang maupun jasa, seperti yang akan dijelaskan di bawah berikut :


Life Insurance Demand Determinants
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi. Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.

Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand

                Penelitian di 32 negara Eropa, Canada, Asia, Australia dan Amerika menjelaskan bahwa kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dapat mempengaruhi jumlah permintaan relative akan bahan bakar transportasi jalan. Dengan banyaknya transportasi umum yang disediakan pemerintah di perkotaan membuat masyarakat tidak  terlalu membutuhkan kendaraan pribadi dan dapat menghemat pemakaian bahab bakar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.

Perusahaan Bahan Bakar di Swiss
Penelitian menjelaskan, dengan naiknya harga bbm masyarakat akan mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan. Kemudian  didua wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi  karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Dengan demikian, efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.

Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation

Dengan mengusai 46% pasar minyak kelapa sawit menjadikan Indonesia sebagai produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk mengendalikan  harga minyak sawit  serta minyak goreng local adalah penerapan pajak ekspor. . Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar serta pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak membuat permintaan akan minyak sawit bersifat inelastis

THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET

Pada jurnal ini dijelaskan bagaimana aktivitas pemasaran iklan TV dalam mempengaruhi sensitivitas harga konsumen yang dihadapi sebuah merk. Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.  Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen. Jika ditelaah lebih jauh, iklan dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Sehingga dapat disimpulkan iklan yang dapat menarik konsumen akan menurunkan sensitivitas harga.


Price And Income Elasticity of Residential Water Demand


Di tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di Amerika Serikat dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.

Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of
Wood Products Industry

Kenaikan harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan penawaran dan permintaannya hasil industri hutan kayu. Hal ini disebabkan karena, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya.  Kemudian dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan diperkirakan sekitar 30%.
Jadi, dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut membuat hubungan antara kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastic. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.



Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia

Globalisasi memberikan dampak pada sisi produksi karena dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Selain itu kita juga tahu bahwa hal ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Jika  produksi dalam negeri meningkatnya maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Oleh karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen sehingga neraca perdagangan memburuk. Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat.
Sektor pariwisata bisa menjadi solusi  untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk. Hal ini dijelaskan dalam jurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestik meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi dalam kasus ini sehingga dapat disimpulkan bersifat elastis. Pencegahan inelastis dilakukan dengan membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.

Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables

Berbicara mengenai pembelian konsumen, Parker (1992) berpendapat yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang empiris menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian) konteks perkakas rumah tangga. Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut, seperti:
  1. Frezeers (-22,8)
  2. Kompor (-3,2)
  3. Kulkas (-2,3)
  4. Setrika uap (-2,2)
  5. Blender (-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Elastisitas freezer sangat signifikan karena produk ini tidak memiliki subtitusi. Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat elastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas terendah bahkan inelastis pada saat pembelian kembali meningkat.

Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Departemen Energi telah melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas alam, dan listrik industri dengan tujuan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan, yaitu mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan permintaan.
Sedangkan jika ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan permintaan juga dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya. Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer.
Kondisi kasus ini jika harga listrik naik :
  1. Dalam jangka pendek permintaannya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan dan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
  2. Dalam jangka panjang permintaannya akan bersifat elastis karena adanya penemuan inovasi–inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.

THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION
Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat. Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, para peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Oleh karena itu, walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Masyarakat negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga berubah tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastis.


 Empirical Generalizations about the Impact of Advertising on Price Sensitivity and Price
Respon dan perilaku konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap merk, jumlah produknyadipengaruhi oleh potongan harga. Selanjutnya, informasi seputar produk akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positioning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen. Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah ke bawah karena konsumen menengah ke bawah sangat peka terhadap harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah.
            Sebaliknya, bagi masyarakat menengah ke atas menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut. Jika sebuah merek memiliki pencitraan yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Pada tahun 1950 -1970 menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Rating iklan ada akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, sehingga semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi. Hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.

Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in
Indian Manufacturing
Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi. Liberalisasi perdagangan juga dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Dengan demikian, liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi,yang berlangsungselama beberapa tahunbahkan setelahmulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india bersifat elastis  karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penurunan.

The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt
Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi. Jika pemasok melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sedangkan, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga.
Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sektor swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.
Jika sektor publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta.

PLAYING WITH FIRE:  CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE INTERNET
Para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini. Melalui internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Ternyata setelah diteliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Dengan demikian, pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.

Jumat, 03 Februari 2012

Tindakan Yang Harus Dilakukan Perusahaan Saat Merugi Dalam Jangka Panjang


Ada suatu ketika perusahaan akan mengalami kerugian dalam pelaksanaan operasinya, hal tersebut ialah sangat lazim di dalam dunia bisnis dan usaha.  Maka sudah seharusnya suatu perusahaan dapat mengantisipasi kerugian yang akan dialami agar pengaruh kerugian terhadap perusahaan tidaklah terlalu parah. Penutupan perusahaan atau sering disebut dengan shut down, akan terjadi bilamana jumlah dari biaya variable produksi tidak lagi dapat tertutupi oleh pendapatan yang diterima dari hasil penjualan barang dan jasa. Dengan demikian apabila perusahaan terus melanjutkan kegiatan produksi barang dan jasanya, maka kerugian yang diterima akan jauh lebih besar dibandingkan apabila perusahaan tidak lagi melakukan kegiatan produksi.
Kerugian dalam jangka pendek akan mempersulit kondisi suatu perusahaan, dimana perusahaan harus mengambil keputusan untuk tetap melakukan kegiatan produksi atau menghentikan produksi untuk sementara waktu karena adanya biaya tetap yang harus dibayarkan meskipun produksi dihentikan. Adapun jika kerugian terjadi untuk jangka waktu yang panjang, maka perusahaan akan dituntut untuk mengambil keputusan apakah akan menambah atau menbgurang jumlah produksinya, bahkan adanya kemungkinan untuk menutup perusahaan. 

            Terjadinya shut down point apabila harga barang output (P) sama dengan biaya variable rata – rata (AVC). Bila perusahaan tersebut tetap melanjutkan produksi dan mampu menjual barang yang dihasilkan, maka yang terjadi adalah perusahaan akan mengalami suatu kerugian sebesar biaya tetapnya, sama halnya apabila perusahaan tersebut tidak lagi berproduksi. Namun, apabila suatu perusahaan memiliki harga output (P) yang lebih kecil dibandingkan dengan biaya variable rata – ratanya, maka sebaiknya perusahaan menutup usahanya tersebut. Karena dengan menutup usahanya tersebut, perusahaan hanya akan merugi sebesar biaya tetapnya. Namun, apabila produksi tetap dilanjutkan maka kerugian akan sebesar hasil penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variable atau sebesar selisih antara biaya rata – rata variable dengan harga outputnya.
Jadi, keputusan akan ditutupnya suatu usaha akan sangat bergantung dari apakah besar penerimaan perusahaan dapat menutupi biaya variable. Jika penerimaan perusahaan bisa melampaui biaya variabel, maka laba operasi dapat menutup biaya tetap dan akan mengurangi kerugian. Akan tetapi, Ketika harga berada di bawah titik minimum (juga merupakan perpotongan dengan biaya marjinal, dan disebut juga titik penutupan usaha - shut-down point) dari kurva biaya variabel rata-rata maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut: penerimaan total lebih kecil dari biaya variabel total, laba operasi menjadi negative, maka perusahaan akan tutup.