Hit the gas and there's ain't no brake on this lost highway . . . . .

Jumat, 13 April 2012

Sudah Efisienkah Perbankan Indonesia Saat Ini?

Efisiensi merupakan salah satu tolak ukur kinerja, yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah perusahaan. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan sumber daya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat dilakukan pengukuran efisiensi, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat sumber daya yang ada, atau menggunakan tingkat sumber daya yang minimum dengan tingkat output  tertentu. Dengan diidentifikasi alokasi input dan output, maka dapat dianalisis lebih jauh untuk melihat penyebab ketidakefisiensian (Hadad, 2003)
Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia, tidak hanya di Indonesia, dibanyak negara industri, perbankan sangat dibutuhkan terutama dalam pembiayaan aktivitas yang berhubungan dengan uang (Permono, 2000). Peranan perbankan sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dan globalisasi yaitu sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai agent of development, namun dalam hal ini masih dibebankan pada bank-bank milik pemerintah (Dedy, 2003). Bank memiliki fungsi yaitu menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat, oleh karena itu bank harus memiliki kinerja yang baik dari semua aktivitas usahanya.
Industri perbankan merupakan industri yang banyak mengalami berbagai macam risiko dalam menjalankan operasionalnya. Risiko usaha perbankan merupakan tingkat ketidakpastian mengenai suatu hasil yang diperkirakan atau diharapkan akan diterima diwaktu yang akan datang. Risiko-risiko ini berkaitan dengan usaha perbankan yang pada dasarnya dapat berasal dari sisi aktiva maupun sisi pasiva. Kegiatan operasional industri perbankan mengakibatkan biaya operasional,menghasilkan pendapatan operasional dan melibatkan aktiva dalam prosesnya. Maka dari itu, sebenarnya apakah bank – bank umum di Indonesia sudah menjalankan operasinya secara efisien selama ini? Dan bagaimanakah melihat serta mengetahui keefisiensian bank – bank umum yang beroperasi di Indonesia? Kesemua pertanyaan tersebut akan terjawab setelah analisa berikut ini.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh pengamat ekonomi Eugenia Mardanugraha (2003) mengungkapkan bahwa salah satu indikator efisiensi perbankan secara operasional dari sisi biaya adalah rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin rendah rasio BOPO menunjukan bahwa bank tersebut sudah melakukan efisiensi dalam mengeluarkan biaya-biaya operasionalnya (Sinar Harapan, 2003). Lebih detail mengenai kinerja perbankan Indonesia periode Tahun 2010-2012 adalah sebagai mana Tabel sebagai berikut:
Indikator 2010        2011    2012
  Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des    Jan
BOPO (%) 82,38  78,89 81,98 78,85 79,92 80,35 80,41 80,20 80,60 80,52 80,67 80,94 81,65  92,09
Sumber :www. bi.go.id
Dari Tabel Rasio Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO) bahwa pada tahun 2010, bank umum di Indonesia tidak berkinerja secara efisien dimana memiliki rasio BOPO sebesar 82,38 %, padahal idealnya 60% sampai 80%. Bank umum Indonesia berhasil melakukan efisiensi kinerja di awal tahun 2011, tepatnya di bulan Januari, Maret, April dengan rasio BOPO sebesar 78,89%, 78,85%, dan 79,92%. Kemudian usaha melakukan efisiensi kinerja perbankan masih terlihat dilakukan  oleh bank – bank umum tersebut hamper sepanjang tahun 2011, meskipun rasio BOPO belum menunjukkan tercapainya efisiensi kinerja karena rasio masih diatas 80%.  Tetapi pada bulan Januari 2012, rasio BOPO meningkat menjadi 92,09% Hal ini menunjukan tingkat efisiensi perbankan nasional Tahun 2012 masih sangat rendah bila dibandingkan dengan Tahun 2010 dan 2011 dilihat dari indikator rasio BOPO.
Masih rendahnya efisiensi bank tersebut menandakan banyak biaya operasional bank yang harus ditekan untuk meningkatkan efisiensi kinerja bank – bank tersebut. Yang dimasukkan ke pos beban operasional ini adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank yang diperinci sebagai berikut:
1.Beban Bunga
Beban bunga adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk diberikan kepada nasabah penabung dan nasabah deposan yang besarnya ditentukan oleh bank dan diberikan kepada nasabah dalam satuan waktu tertentu, misalnya harian atau bulanan. Biaya ini yang paling besar porsinya terhadap biaya bank secara keseluruhan. Biaya ini harus diantisispasikan dalam oleh bank pada penutupan tahun buku atau pada tanggal laporan.
2. Beban (Pendapatan) Penghapusan Aktiva Produktif
Pos ini berisi penyusutan/amortisasi/penghapusan yang dilakukan bank terhadap aktiva produktif bank. Aktiva produktif (Earning assets) adalah semua aktiva dalam rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya (Lukman Dendawijaya, 2005:61). Pengelolaan dalam aktiva produktif merupakan sumber pendapatan bank yang digunakan untuk membiayai keseluruhan biaya operasional bank termasuk biaya bunga, biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya. Yang tergolong dalam aktiva produktif yaitu :
  1. Kredit yang diberikan
  2. Surat berharga
  3. Penempatan dana antar bank
  4. Tagihan akseptasi dan transaksi derivative
  5. Penyertaan
  6. Lainnya
3. Beban Estimasi Kerugian Komitmen & Kontijensi
Pos ini berisi penyusustan amortisasi/penghapusan atas transaksi ekening administratif. Komitmen adalah kontrak perjanjian yang tidak dapat dibatalkan (Irrevocable) secara sepihak, dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama telah dipenuhi (Lapoliwa 2000 : 238). Kontijensi adalah suatu keadaaan yang memungkinkan terjadinya tagihan atau kewajiban di masa yang akan datang.
4. Beban Operasional Lainnya
Pos ini berisi semua pengeluaran yang dilakukan bank untuk mendukung kegiatan operasionalnya yaitu berupa:
a)      Beban Administrasi dan Umum, terdiri dari:
1)      Premi asuransi lainnya
2)      Penelitian dan pengembangan
3)      Sewa dan Promosi
4)      Pajak (tidak termasuk pajak penghasilan)
5)      Barang dan jasa
6)      Penyusutan/amortisasi/penghapusan aktiva tetap dan  inventaris dan amortisasi yang ditangguhkan.
b)      Beban Personalia, terdiri dari:
1)      Gaji dan upah
2)      Honorarium komisaris/dewan pengawas
3)      Pendidikan dan pelatihan
c)      Beban Penurunan Nilai Surat Berharg
d)     Beban Transaksi Valas
e)      Beban Lainnya : komisi/provisi dari transaksi derivatif, premi asuransi kredit,  dan penjaminan dana pihak ketiga.
Jika bank – bank umum di Indonesia dapat menekan jumlah biaya operasionalnya tersebut kemungkinan besarnya dapat mencapai efisiensi kinerja.
Dengan analisis efisiensi perbankan dapat memberikan pengetahuan seberapa efisien bank dalam operasionalnya, sehingga Bank Indonesia dapat menetapkan dan menerapkan strategi pengawasan yang tepat saat bank terus menerus tidak efisien. Perusahaan perbankan dapat menetapkan strategi usahanya di waktu yang akan datang dengan mengetahui posisi tingkat efisiensi usahanya dibandingkan dengan efisiensi bank pesaing dalam satu kelompok bank.
sumber :
www.bi.go.id/NR/rdonlyres/6E762C24-9D4E-49BA-8E27-CF5AE9514528/25708/BISPIJanuari2013.pdf

Selasa, 03 April 2012

Penilaian Kesehatan Bank


Saat ini perkembangan bank di Indonesia sangatlah pesat yang ditandai salah satunya dengan semakin menjamurnya bank -  bank, maka dari itu sangatlah diperlukan suatu pengawasan terhadap bank – bank tersebut. Oleh karena itu,Bank Indonesia sebagai bank sentral memerlukan control  untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan dan kegiatan usaha masing – masing bank itu. Dengan demikian Bank Indonesia memberlakukan suatu standar pengawasan secara berkala dengan melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dari beberapa informasi antara lain berasal dari laporan – laporan seperti neraca, daftar rincian surat berharga yang dimiliki dan diterbitkan, rincian kredit yang diberikan rincian laba/rugi dan lain – lain yang secara rutin harus dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Faktor – faktor yang dinilai
Faktor – faktor yang dinilai dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank terdiri dari faktor permodalan, kualitas aktiva produktif (asset), rentalitas dan likuiditas. Nilai untuk masing – masing faktor dihitung dengan nilai kredit yang berkisar dari 0 sampai 100, dengan bobot yang berbeda untuk masing – masing faktor.
Jenis
Nilai Kredit (NK)
Bobot
NK dengan Bobot
Modal ( C )
( 0 – 100 )
25%
( 0 – 25 )
K.A.P  ( A )
( 0 – 100 )
30%
( 0 – 30 )
Manajemen ( M )
( 0 – 100 )
25%
( 0 – 25 )
Rentabilitas  ( E)
( 0 – 100 )
10%
( 0 – 10 )
Likuiditas      ( L )
( 0 – 100 )
10%
( 0 – 10)
Nilai Kredit Faktor CAMEL ( 0 – 100 )


Penambah dan Pengurang Nilai Kredit
            Sesudah menghitung nilai kredit dari masing – masing faktor sesuai bobotnya, maka semua bilai kredit tersebut tersebut akan dijumlahkan untuk memperoleh nilai kredit  terhadap lima faktor yang dikualifikasikan tersebut, akan tetapi ini belum menjadi penilaian akhir, karena masih ada faktor – faktor yang menambah dan mengurangi nilai kredit, yakni :

Faktor - Faktor
Dilanggar
Dipenuhi
Kredit Usaha Kecil (KUK)
Mengurangi
Menambah
Kredit Ekspor  (KE)
Mengurangi
Menambah
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Mengurangi

Posisi Devisa Netto (PDN)
Mengurangi


Penentuan Predikat Suatu Bank
Setelah dilakukan penambhan atau pengurangan nilai kredit, maka dapat ditentukan hasil penelitian yang digolongkan empat criteria kesehatan bak :
Nilai Kredit
Predikat
81 - 100
Sehat
66 - < 81
Cukup Sehat
51 -< 66
Kurang Sehat
0 - < 51
Tidak Sehat

Sanksi Tingkat Kesehatan Bank
Apabila tingkat kesehatan bank menurun menjadi Kurang Sehat atau Tidak Sehat, serta dalam waktu Sembilan bulan tidak ditingkatkan kembali menjadi Cukup Sehat selama sekurang – kurangnya tiga bulan berturut – turut, maka mungkin saja terjadi pencabutan izin usaha bank yang bersangkutan.